Sejarah ilmu kalam yang lahir karena terbunuhnya Khalifah Usman Bin Affan menjadi pintu awal keberangkatan dan perkembangan ilmu kalam.Pemikiran yang lahir akibat sebuah perbedaan penafsiran mengenai ketuhanan dan permasalahan tentang dosa besar.Pemikir-pemikir kalam telah ada sejak permulaan perkembangan ilmu kalam.Pemikir-pemikir kalam itu dibedakan menjadi dua kelompok dari sisi kerangka berpikir mereka.Kerangka berpikir tradisional dan kerangka berpikir rasional.Kerangka berpikir tradisional yakni sebuah kerangka berpikir yang menempatkan wahyu di atas akal manusia.Mereka berpikir bahwa Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang diyakini kebenaran dan tugas akal hanya membenarkannya saja tanpa berusaha memahami sebuah wahyu melalui akal.Ini dilakukan karena mereka ingin menjaga kemurniaan ajaran agama namun ini juga perbuatan yang dapat mematikan peran akal manusia.
Sedangkan pemikiran rasional adalah pemikiran dimana akal sangat berperan aktif.Bahkan karena tingginya kedudukan akal, kebenaran wahyu menempati kedudukan kedua setelah akal.Namun di antara kedua kerangka berpikir ini terdapat kerangka berpikir moderat yaitu menggunakan akal untuk memahami dan menjelaskan wahyu namun kebenaran wahyu adalah yang paling utama.Apabila peran akal sudah terlalu jauh hingga tidak sesuai dengan wahyu maka segera mengembalikan kepada kebenaran wahyu.
Perkembangan hingga kini muncul para mutakkalimin-mutakallimin seperti Ismail Faruqi,Hasan Hanafi,Rasyidi, dan Harun Nasution.Yang sebelumnya telah didahului oleh mutakkalimin-mutakkalimin modern seperti Syekh Muhammad Abduh,Sayyid Ahmad Khan, dan Muhammad Iqbal.
Ajaran Islam, yang kristalnya berupa Al-qur’an dan sunnah Nabi, diyakini oleh umat Islam dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang diproduksi oleh kurun zaman. Islam itu satu. Tetapi realita berbicara bahwa tampilan Islam itu beragam, boleh jadi, karena lokasi penampilannya mempunyai budaya yang beragam, tetapi boleh jadi juga, kurun jaman telah membawa budaya dan teknologi yang berbeda-beda.Tidak terelakkan, saling berebut benar antara sesama Muslim terjadi dimana-mana dalam rangka menampilkan Islam. Tampaknya, pemahaman itu utuh, pesan ketuhanan dapat ditangkap, fanatic buta dapat diredam, sejarah tampilan ajaran Islam dari waktu ke waktu perlu dicermati. Dengan cara ini proses terselengaranya syariat Islam di masa Nabi dan generasai-generasi berikutnya dapat dipahami. Alasan kebijakan para tokoh Islam untuk maksud ini pun dapat dimengerti.
Pembahasan
Para mutakkalimin-mutakkalimin masa kini terdiri dari empat pemikir yaitu,Ismail Faruqi,Hasan Hanafi,H.M. Rasyidi,dan Harun Nasution.Penjelasannya sebagai berikut.
A. Ismail Faruqi
a. Riwayat Singkat Ismail Al-Faruqi
Ismail Raji al-Faruqi lahir di Jaffa, Palestina pada tanggal 1 Januari 1921. Pada tahun 1926-1936 bersekolah di Colleges des Freres St. Joseph,dengan bahasa pengantar perancis yang terletak di Libanon. Kemudian pada tahun 1941 lulus dari American University of Beirut.Ismail lalu bekerja untuk pemerintah Inggris di Palestina. Pada tahun 1945,ketika berusia 24 tahun.Dia dipilih sebagai Gubernur Galilea. Tapi, setelah Israel mencaplok Palestina, ia pindah ke Amerika Serikat.
Di Amerika, ia melanjutkan pendidikan Master dalam bidang filsafat di University of Indiana dan University of Harvard.Dia melanjutkan pendidikannya dengan mengambil gelar doktor filsafat di University of Indiana dan di Al-Azhar University pada tahun 1952.Dia kemudian mengajar beberapa universitas diseluruh dunia diantaranya universitas di Kanada, Pakistan dan Amerika Seirkat. Pada tahun 1968, dia menjadi guru besar Studi Islam di Temple University, Amerika Serikat.
Sebagai anak Palestina, al-Faruqi mengecam keras apa yang telah dilakukan oleh Zionis Israel yang menjadi dalang pencaplokan Palestina. Namun, ia dengan tegas membedakan Zionisme dan Yahudi. Dalam buku Islam and Zionism, ia berkata bahwa Islam adalah agama yang menganggap agama Yahudi sebagai agama tuhan, yang ditentang Islam adalah politik Zionisme.Pembunuhan atas dirinya dan istrinya diduga karena kritiknya yang keras terhadap kaum Zionis Yahudi.
Di bebrbagai Universitas di AS,menyebutnya sebagai “Sarjana muslim pertama yang mendedikasikan sepanjang hayatnya pada studi-studi Islam di AS dan menjadikan AS sebagai kediaman terakhirnya”Bahkan beliau sempat membentuk kelompok kajian Islam American Academy of Religion dan mengetuai komite pengarahnya selama beberapa tahun.Disamping seorang sarjana,aktifis,dan pemimpin yang berdedikasi diri pada pembaharuan dan reformasi.Dia juga seorang penulis.Menulis lebih dari 100 lebih artikel di berbagai jurnal ilmiah,dan mengarang 25 judul buku[1].
Ismail Raji al-Faruqi meninggal dunia karena dibunuh pada tanggal 27 Mei 1986 di rumahnya.
b. Pemikiran Kalam Ismail Al-Faruqi
Pemikiran Al-Faruqi tentang kalam dapat ditelusuri melaluikaryanya yang berjudul Tauhid: Its Implications for Thought and Life.Sesuai dengan judulnya,Al-Faruqi mengupas tentang hakikat tauhid secara mendalam sebagai berikut.
1 Tauhid sebagai pengalaman agama
Inti pengalaman agama adalah Tuhan.Kalimat syahadat menempati posisi sentral dalam setiap kedudukan,tindakan,dan pemikiran setiap muslim.Kehadiran Tuhan mengisi setiap waktu.Bagi kaum muslim Tuhan benar-benar obsesi yang agung[2].Esensi pengalaman agama dalam Islam tiada lain adalah realisasi prinsip bahwa hidup dan kehidupan ini tidak sia-sia[3].
2 Tauhid sebagai pandangan dunia
Tauhid merupakan pandangan umum tentang realitas, kebenaran, dunia, ruang, waktu,sejarah manusia dan takdir.
3 Tauhid sebagai inti sari Islam
Peradapan Islam adalah Islam itu sendiri.Dan Esensi Islam adalah tauhid atau mengesakan Tuhan.Tanpa Tauhid ,Islam tidak akan ada.Tanpa Tauhid,bukan hanya sunnah Nabi yang patut diragukan,bahkan kenabianpun menjadi sirna[4].
4 Tauhid sebagai prinsip sejarah
Tauhid menempatkan manusia pada suatu etika atau bertindak,yaitu etika ketika keberhargaan manusia sebagai pelaku moral diukur dari tingkat keberhasilan yang dicapainya dalam mengisi aliran ruang dan waktu[5].
5 Tauhid sebagai prinsip pengetahuan
Iman Islam adalah kebenaran yang diberikan kepada pikiran,bukan kepada perasaan manusia yang mudah mempercayai apa saja.Kebenaran proposisi iman bukanlah misteri,hal yang sulit dipahami dan tidak dapat diketahui dan tidak masuk akal,melainkan bersifat kritis dan rasional.Kebenaran-kebenaran telah dihadapkan pada ujian keragu-raguan dan lulus dalam keadaan utuh dan ditetapkan sebagai kebenaran[6].
6 Tauhid sebagai prinsip metafisika
Dalam Islam,alam adalah ciptaan dan anugerah.Sebagai ciptaan,ia bersifat teleologis,sempurna, dan teratur.Sebagai anugerah ,ia merupakan kebaikan yang tak mengandung dosa yang disediakan untuk manusia.Tujuannya adalah memungkinkan manusia melakukan kebaikan untuk mencapai kebahagiaan.Tiga penilaian ini, keteraturan, kebertujuan ,dan kebaikan, menjadi ciri dan meringkas pandangan umat Islam tentang alam[7].
7 Tauhid sebagai prinsip etika
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan telah memberi amanat-Nya kepada manusia,suatu amanat yang tidak mampu dipikul oleh langit dan bumi.Amanat yang mereka hindari dengan penuh ketakutan.Amanat atau kepercayaan Ilahi tersebut berupa pemenuhan unsur etika dari kehendak Ilahi,yang sifatnya mensyaratkan bahwa ia harus direalisasikan dengan kemerdekaan,dan manusia adalah satu-satunya makhluk yang mampu melaksanakannya.Dalam Islam,etika tidak dapat dipisahkan dari agama dan bahkan dibangun di atasnya[8].
8 Tauhid sebagai prinsip tata sosial
Masyarakat Islam adalah masyarakat terbuka dan setiap manusia boleh bergabung dengannya,baik sebagai anggota tetap ataupun sebagai yang dilindungi(dzimmah)[9]
9 Tauhid sebagai Ummah
Terdiri dari tiga identitas yaitu,
1 Etnosentrisme.Maksutnya tata sosial Islam adalah universal,mencakup seluruh umat tanpa terkecuali,tidak hanya untuk segelintir etnis.
2 Universalisme.Cita-cita Islam adalah cita-cita universal.
3 Totalisme.Islam relevan setiap bidang kegiatan hidup manusia.Totalisme tata sosial Islam tidak hanya menyangkut aktifitas manusia dan tujuan nya di masa mereka saja,tetapi mencakup seluruh aktifitas di setiap masa dan tempat
4 Kemerdekaan.Tata sosial Islam dibangu di atas kemerdekaan .Jika dibangu di atas kekerasan tau dengan memaksa rakyat,Islam akan kehilangan sifatnya yang khas[10].
10 Tauhid sebagai Prinsip Keluarga
Keluarga Islam memiliki peluang lebih besar untuk tetap lestari sebab ditopang oleh hukum Islam dan dideterminisasi oleh hubungan erat dengan Tauhid.
11 Tauhid sebagai Prinsip tata Politik
Ta politik ketauhidan dengan kekhalifahan.Kekhalifahan didefinisikan menjadi tiga dimensi yakni,kesepakatan wawasan(pengetahuan tentang nilai-nilai yang membentuk kehendak Ilahi), Kehendak(kepedulian dan kepatuhan), dan tindakan(pelaksanaan kewajiban yang timbul dari kesepakatan[11].
12 Tauhid sebagai Prinsip tata ekonomi
Dua prinsip tata ekonomi Islam.Pertama,tidak boleh ada pemerasan.Kedua,tidak boleh satu kelompok mengasingkan atau memisahkan diri dari umat dengan tujuan membatasi kondisi ekonomi mereka.
13 Tauhid sebagai prinsip estetika
Tauhid tidak menentang kreatifitas seni,kenikmatan, dan keindahan.Sebaliknya, Islam memberkati keindahan.Islam menganggap bahwa keindahan mutlak hanya ada dalam diri Tuhan dan dalam kehendak-Nya yang diwahyukan dalam firman-firman-Nya[12].
B. Hasan Hanafi
a. Riwayat Singkat Hasan Hanafi
Hasan Hanafi adalah Guru Besar pada fakultas Filsafat Universitas Kairo. Ia lahir pada 13 Februari 1935 di Kairo.Masa kecil Hanafi berhadapan dengan kenyataan-kenyataan hidup di bawah penjajahan dan dominasi pengaruh bangsa asing. Kenyataan itu membangkitkan sikap patriotik dan nasionalismenya, sehingga tidak heran meskipun masih berusia 13 tahun ia telah mendaftarkan diri untuk menjadi sukarelawan perang melawan Israel pada tahun 1948.
Sejak tahun 1952 sampai dengan 1956 Hanafi belajar di Universitas Cairo untuk mendalami bidang filsafat. Pada tahun 1954 misalnya, terjadi pertentangan keras antara Ikhwan dengan gerakan revolusi. Hanafi berada pada pihak Muhammad Najib yang berhadapan dengan Nasser, karena baginya Najib memiliki komitmen dan visi keislaman yang jelas.Kejadian-kejadian yang ia alami pada masa ini, terutama yang ia hadapi di kampus, membuatnya bangkit menjadi seorang pemikir, pembaharu, dan reformis.Tahun-tahun berikutnya, Hanafi berkesempatan untuk belajar di Universitas Sorborne; Perancis, pada tahun 1956 sampai 1966.
Di waktu-waktu luangnya, Hanafi mengajar di Universitas Kairo dan beberapa universitas di luar negeri. Ia sempat menjadi profesor tamu di Perancis (1969) dan Belgia (1970). Kemudian antara tahun 1971 sampai 1975 ia mengajar di Universitas Temple, Amerika Serikat.Dari tahun 1980 sampai 1983 ia menjadi profesor tamu di Universitas Tokyo, tahun 1985 di Emirat Arab. Ia pun diminta untuk merancang berdirinya Universitas Fes ketika ia mengajar di sana pada tahun-tahun 1983-1984.
Dia meraih gelar doktor pada Universitas Sorbonne (Perancis) dengan berhasil menulis disertasi yang berjudul Essai sur la Methode d’ Exegese (Esaitentang Metode Penafsiran). Karya setebal 900 halaman itu memperoleh penghargaan sebagai karya iliniah terbaik di Mesir pada tahun 1961. Dalam karyanya itu jelas Hanafi berupaya menghadapkan ilmu ushul fikih pada mazhab filsafat fenomenologi Edmund Husserl.
Di awal periode 1970, ia banyak menulis artikel di berbagai media massa, seperti Al Katib, Al-Adab, Al-Fikr al-Mu’ashir, dan Mimbar Al-Islam. Pada tahun 1976, tulisan-tulisan itu diterbitkan sebagai sebuah buku dengan judul Qadhaya Mu’ashirat fi Fikrina al-Mu’ashir.
b.Pemikiran Kalam Hasan Hanafi
1. Kritik terhadap teologi tradisional
Dalam gagasannya tentang rekonstruksi teologi tradisional, Hanafi menegaskan perlunya mengubah orientasi perangkat konseptual kepercayaan sesuai dengan konteks politik yang terjadi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa teologi tradisonal lahir dalam konteks sejarah ketika inti keislaman yang bertujuan untuk memelihara kemurniannya. Hal ini berbeda dengan kenyataan sekarang bahwa Islam mengalami kekalahan akibat kolonialisasi sehingga perubahan kerangka konseptual lama pada masa-masa permulaan yang berasal dari kebudayaan klasik menuju kerangka konseptual yang baru yang berasal dari kebudayaan modern harus dilakukan.
Hanafi memandang bahwa teologi bukanlah pemikiran murni yang hadir dalam kehampaan kesejarahan, melainkan merefleksikan konflik sosial politik. Sehingga kritik teologi memang merupakan tindakan yang sah dan dibenarkan karena sebagai produk pemikiran manusia yang terbuka untuk dikritik.mengetahui latar belakang historis-sosiologis munculnya teologi di masa lalu.Hal ini sesuai dengan pendefinisian beliau tentang definisi teologi itu sendiri.Menurutnya teologi bukanlah ilmu tentang Tuhan, karena Tuhan tidak tunduk pada ilmu. Tuhan mengungkaplan diri dalam Sabda-Nya yang berupa wahyu.
Menurut Hasan Hanafi, teologi tradisional tidak dapat menjadi sebuah pandangan yang benar-benar hidup dan memberi motivasi tindakan dalam kehidupan kongkret umat manusia hal ini disebabkan oleh sikap para penyusun teologi yang tidak mengaitkannya dengan kesadaran murni dan nilai-nilai perbuatan manusia. Sehingga menimbulkan keterpercahan antara keimanan teoritik dengan amal praktiknya dikalangan umat.
2. Rekontruksi teologi
Sebagai konsekuensi atas pemikirannya yang menyatakan bahwa para ulama tradisional telah gagal dalam menyusun teologi yang modern, maka Hanafi mengajukan saran rekontruksi teologi. Adapaun langkah untuk melakukan rekonstruksi teologi sekurang-kurangnya dilatarbelakangi oleh tiga hal yaitu :
1. Kebutuhan akan adanya sebuah ideologi yang jelas di tengah pertarungan globalisasi ideologi.
2. Pentingnya teologi baru ini bukan semata pada sisi teoritisnya tetapi juga terletak pada kepentingan praktis untuk secara nyata mewujudkan ideologi gerakan dalam sejarah.
3. Keperingan teologi yang bersifat praktis yang secara nyata diwujudkan dalam realisasi tauhid dalam dunia Islam.
Selanjutnya Hanafi menawarkan dua hal untuk memperoleh kesempurnaan teori ilmu dalam teologi Islam, yaitu : Pertama, analisis bahasa, hal ini karena bahasa merupakan warisan nenek moyang yang merupakan tradisikhas yang seolah-olah menjadi ketentuan sejak dulu. Kedua, analisis sosial, hal ini dilakukan untuk mengetahui latar belakang historis-sosiologis.Analisis realitas berguna untuk menentukan stressing kearah mana teologi kontemporer harus direalisasikan[13].
C. H.M Rasyidy
a.Riwayat singkat H.M Rasyidy
H. Mohamad Rasyidi lahir 20 Mei 1915 Kotagede, Yogyakarta.Dan meninggal 30 Januari 2001.Beliau adalah mantan Menteri Agama Indonesia pada Kabinet Sjahrir I dan Kabinet Sjahrir II.Lulusan pendidikan tinggi Islam,Fakultas Filsafat, Universitas Kairo, Mesir tahun 1938 dan mendapatkan gelar doktornya di Universitas Sorbonne, Paris pada tahun 1956. Guru pada Islamitische Middelbaare School (Pesantren Luhur). Pada tahun 1939 sampai dengan 1941 di Surakarta menjadi Guru Besar Fakultas Hukum UI Direktur kantor Rabitah Alam Islami, Jakarta.
Karya Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang Islam ditinjau dari berbagai aspeknya Bulan Bintang tahun 1977, Strategi Kebudayaan dan Pembaharuan Pendidikan Nasional, Media Dakwah tahun 1979. Kebebasan Beragama, Media Dakwah tahun 1979. Janji-janji Islam, terjemahan dari Roger Garandy, Bulan Bintang tahun 1982.
b.Pemikiran Kalam H.M.Rasyidy
1. Tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi
Rasyidi menolak pandangan Harun Nasution yang menyamakan pengertian ilmu kalam dan teologi.Rasyidy berkata,”...Ada kesan bahwa ilmu kalam adalah teologi Islam dan teologi adalah ilmu kalam Kristen[14].”Beliau menelusuri sejarah kemunculan teologi.Tentang Ilmu kalam, ia membedakannya dengan teologi. Menurutnya teologi berarti ilmu ketuhanan yang kemudian mengandung beberapa aspek ajaran Kristen yang diluar kepercayaan sehingga teologi kristen tidak sama dengan tauhid atau ilmu Kalam.
2. Tema-tema ilmu kalam
Salah satu tema ilmu kalam Harun Nasution yang dikritik Rasyidy adalah deskripsi aliran-aliran kalam yang tidak relevan lagi dengan kondisi umat Islam sekarang,khususnya di Indonesia.Rasyidy berpendapat bahawa menonjolkan perbedaan pendapat antara Asyi’ariyah dengan Mu’tazilah yang dilakukan Harun Nasution akan melemahkan iman para mahasiswa.Memang tidak ada agama yang mengagungkan akal seperti Islam,tetapi dengan menggambarkan bahwa akal dapat mengetahui baik dan buruk,sedangkan wahyu hanya membuat nilai yang dihasilkan pikiran manusia bersifat absolut-universal berarti meremehkan ayat-ayat al-Qur’an “Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui,sedangkan kamu tidak mengetahui”(Q.S Al-Baqarah:232).Rasydi menegaskan bahwa di Barat saat ini akal tidak mampu mengetahui baik dan buruk
3. Hakikat iman
Rasyidi mengkritik deskripsi iman Nurcholish Madjid,yakni”Percaya dan menaruh kepercayaan terhadap Tuhan.Dan sikap apresiatif kepada Tuhan merupakan inti pengalaman keagamaan seseorang.Sikap ini disebut taqwa.Taqwa diperkuat dengan kontak yang kontinue dengan Tuhan.Apreasiasi ketuhanan menumbuhkan kesadaran ketuhanan yang menyeluruh,sehingga menumbuhkan keadaan bersatunya hamba dengan Tuhan[15].Rasyidi mengatakan bahwa iman bukan sekedar bersatunya manusia dengan Tuhan,tetapi dapat dilihat dalam dimensi konsekuensial atau hubungan manusia dengan manusia,yakni hidup dalam masyarakat.Dan bersatunya seseorang dengan Tuhan tidak merupakan aspek yang mudah dicapai,mungkin hanya seorang dari sejuta orang.Jadi ,yang lebih penting dari aspek penyatuan itu adalah kepercayaan,ibadah,dan kemasyarakatan[16].
D. Harun Nasution
a.Riwayat Singkat Harun Nasution
Harun Nasution lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara pada tahun 1919. Kemudian bersekolah di HIS (Hollandsche Indlansche School) dan lulus pada tahun 1934. Pada tahun 1937, lulus dari Moderne Islamietische Kweekschool. Ia melanjutkan pendidikan di Aliyah Universitas Al-Azhar pada tahun 1940. Dan pada tahun 1952, meraih gelar sarjana muda di American University of Cairo.
Harun Nasution menjadi pegawai Deplu RI di Brussels dan Kairo pada tahun 1953-1960. Dia meraih gelar doktor di Universitas McGill di Kanada pada tahun 1968. Selanjutnya, pada 1969 menjadi rektor di IAIN Syarif Hidayatullah dan UNJ. Pada tahun 1973, menjabat sebagai rektor IAIN Syarif Hidayatullah.Hasan Nasution wafat pada tanggal 18 September 1998 di Jakarta.Harun Nasution dikenal sebagai tokoh yang memuji aliran Muktazilah (rasionalis), yang berdasar pada peran akal dalam kehidupan beragama. Dalam ceramahnya, Harun selalu menekankan agar kaum Muslim Indonesia berpikir secara rasional.
Harun Nasution juga dikenal sebagai tokoh yang berpikiran terbuka. Ketika ramai dibicarakan tentang hubungan antar agama pada tahun 1975, Harun Nasution dikenal sebagai tokoh yang berpikiran luwes lalu mengusulkan pembentukan wadah musyawarah antar agama, yang bertujuan untuk menghilangkan rasa saling curiga.Beberapa buku yang pernah ditulis oleh Harun Nasution antara lain : Akal dan Wahyu dalam Islam (1981),Filsafat Agama (1973),Islam Rasional (1995), Sejarah Pemikiran dan Gerakan (1975).
b.Pemikiran kalam Harun Nasution
a. Peranan Akal
Besar kecilnya peranan akal dalam sistem teologi suatu aliran sangat menentukan dinamis atau tidaknya pemahaman seseorang tentang ajaran Islam.Berkenaan dengan akal ini ,Harun menulis demikian”Akal melambangkan kekuatan manusia.Karena akallah manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan makhluk lain disekitarnya.Bertambah tinggi akal manusia,bertambah tinggilah kesanggupannya untuk mengalahan makhluk lain.Bertambah lemah kekuatan akal manusia ,bertambah rendah pulalah kesanggupannya menghadapi kekuatan-kekuatan lain tersebut[17]”
b. Pembaharuan Teologi
Asumsinya bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat Islam di Indonesia juga di mana saja disebabkan ada yang salah dalam teologi mereka.Pandangan ini serupa dengan kaum modernis pendahulunya seperti M.Abduh,Rasyid Ridha,Al-Afghani dan lainnya yang memandang perlu untuk kembali kepada teologi Islam sejati.Yang bersifat rasional,berwatak free-will,dan mandiri serta lepas dari fatalistik dan irasional.
c. Hubungan Akaldan Wahyu
Ia menjelaskan bahwa hubungan wahyu dan akal memang menimbulkan pertanyaan,tetapi keduanya tidak bertentangan.Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Al-Qur’an.Orang yang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah mengandung segala-galanya.Wahyu bahkan tidak menjelaskan semua permasalahan keagamaan[18].
Dalam pemikiran Islam,baik bidang filsafat dan ilmu kalam serta ilmu fiqh,akal tidak perna membatalkan wahyu.Akal tetap tunduk pada teks wahyu.Teks wahyu tetap dianggap benar.Akal dipakai untuk memahami teks wahyu dan tidak untuk menentang wahyu.Akal hanya memberi interpretasi terhadap teks wahyu sesuai dengan kecenderungan dan kesanggupan pemberi interpretasi.Yang dipertentangkan dalam sejarah pemikiran Islam sebenarnya bukan akal dengan wahyu,tetapi penafsiran tertentu dari teks wahyu dengan penafsiran lain dari teks wahyu itu juga.Jadi,yang bertentangan sebenarnya dalam Islam adalah pendapat akal ulama tertentu dengan pendapat akal ulama lain[19].
Penutup
a) Pemikiran Kalam Ismail Al-Faruqi
Inti pengalaman agama adalah Tuhan.Kalimat syahadat menempati posisi sentral dalam setiap kedudukan,tindakan,dan pemikiran setiap muslim.Tauhid merupakan pandangan umum tentang realitas, kebenaran, dunia, ruang, waktu,sejarah manusia dan takdir.Tauhid ummah terdiri dari tiga identitas yaitu Etnosentrisme,Universalisme,Totalisme dan Kemerdekaan.Tauhid tidak menentang kreatifitas seni,kenikmatan, dan keindahan.Islam menganggap bahwa keindahan mutlak hanya ada dalam diri Tuhan dan dalam kehendak-Nya yang diwahyukan dalam firman-firman-Nya.
b) Pemikiran Kalam Hasan Hanafi
Hasan mengkritik teologi tradisional tidak dapat menjadi sebuah pandangan yang benar-benar hidup dan memberi motivasi tindakan dalam kehidupan kongkret umat manusia hal ini disebabkan oleh sikap para penyusun teologi yang tidak mengaitkannya dengan kesadaran murni dan nilai-nilai perbuatan manusia. Sehingga menimbulkan keterpercahan antara keimanan teoritik dengan amal praktiknya dikalangan umat.Rekontruksi teologinya adalah kebutuhan ideologi yang jelas,pada sisi teoritisnya tetapi juga kepentingan praktis yang secara nyata diwujudkan dalam realisasi tauhid dalam dunia Islam.
c) Pemikiran H.M.Rasyidi
Rasyidi berpandangan bahwa ilmu kalam sama sekali berbeda dengan teologi.Beliau tidak sependapat dengan Harun yang sangat mengagungkan akal yang dapat mengetahui baik dan buruk dilihat dari perkembangan zaman.Tentang iman,Rasyidi mengatakan bahwa iman bukan sekedar bersatunya manusia dengan Tuhan,tetapi dapat dilihat dalam dimensi konsekuensial atau hubungan manusia dengan manusia,yakni hidup dalam masyarakat.Jadi ,yang lebih penting dari aspek penyatuan itu adalah kepercayaan,ibadah,dan kemasyarakatan.
d) Pemikran Harun Nasution
Besar kecilnya peranan akal dalam sistem teologi suatu aliran sangat menentukan dinamis atau tidaknya pemahaman seseorang tentang ajaran Islam. Harun memandang perlu pembaharuan teologi untuk kembali kepada teologi Islam sejati.Yang bersifat rasional,berwatak free-will,dan mandiri serta lepas dari fatalistik dan irasional. Yang dipertentangkan dalam sejarah pemikiran Islam sebenarnya bukan akal dengan wahyu,tetapi penafsiran dari para ulama.
Daftar Pustaka
Rozak Abdul dan Anwar Rosihon.2001.Ilmu Kalam untuk UIN,STAIN,PTAIS.Bandung : Pustaka Setia.
Http://rumahsugi.blogspot.com/2007/11/ilmu-kalam-masa-kini.html [1] Abdul Rozak dan Rosihon Anwar.2001.Ilmu kalam untuk UIN,STAIN,PTAIS.Bandung:PUSTAKA SETIA.Hal,229.
[2] Ismail Raji Al-Faruqi,Tauhid,terj.Rahmani Astuti,Pustaka,1988,hlm.1
[3] Ibid,Hlm.13
[4] Ibid.hlm.16,17,18.
[5] Ibid,hlm.35,37
[6] Ibid,hlm.42
[7] Ibid.hlm.15.
[8] Ibid.hlm.61,64.
[9] Ibid.hlm 102
[10] Ibid.hlm109-112.
[11] Ibid.hlm 149-154.
[12] Ibid.hlm 207.
[13] Ibid.hlm,.50-51.
[14] H.M.Rasjidi,Koreksi terhadap D.R Harun Nasution,tentang”Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya”,Bulan Bintang,1997.
[15] H.M Rasyidi.Koreksi terhadap DR.Nurcholish Madjid tentang Sekularisasi.Bulan Bintang,Jakarta,1997,hlm.61.
[16] Ibid ,hlm.61
[17] Harun Nasution ,Teologi Islam:Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,UI Press.Jakarta.1983.hlm.56.
[18] Lihat pada Nasution,op.cit,hlm.150.
[19] Nasution...,op.cit,hlm101-102.